7.2.13

Mengenang


Kereta sudah menunggu. Ketika perempuan itu masih sibuk mengikat tali sepatuku. Membentuk simpul yang benar. Mengencangkannya berulang lagi. Seolah tahu, kereta akan membawaku pergi jauh. Memungut usia di sepanjang perjalanan. Dan pulang, pada petang yang mungkin tak menyisakan senyum di wajahnya.

Kereta menjerit melengkingkan sunyi. Menandai perjalanan panjang yang melelahkan dan menghabiskan banyak usia akan segera di mulai. Wajahku yang dilukis jendela kereta, tangannya yang lupa bagaimana caranya melambai, serta matanya yang pandai menyimpan air mata tetap rapi, membuatku untuk pertama kalinya mengenal apa itu diam, tangis, dan sepi.

Kereta masih melaju melewati lorong-lorong waktu. Luka mulai menganga di baju dan sepatuku. Tapi ikatan dari tangan perempuan itu, benar-benar kencang dan tak ada tanda-tanda akan terlepas. Meski aku tak tahu kapan kereta akan berhenti, apalagi kembali.

Perempuan itu sudah tahu sejak dulu, tentang kereta yang bersuara sunyi, tentang perjalanan dan usia dan petang dan aku dan senyum di wajahnya yang akan hilang sebelum aku dikembalikan waktu. Untuk itu, ada tangis yang disimpannya di balik pintu. Dibiarkan menggantung layaknya baju, berharap air mata akan kering suatu saat. Oleh angin atau waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar