13.3.12

Kosong

Lepas magrib jalanan begitu ramai. Macet. Mobil pelan-pelan merayap. Sepeda motor meliuk-liuk lebih cepat. Klakson mobil dan sepeda motor saling adu nyaring. Lampu jalanan berusaha menjadi lebih terang dibanding lampu-lampu reklame iklan. Meski bintang di langit yang berarak-arak jauh lebih terang.

Ah, sesak sekali.

Pinggir jalan tak kalah penuh. Trotoar sudah dijajah pedagang kaki lima. Warung mereka berjejer tanpa spasi. Aroma nasi goreng, sate, ayam bakar, ikan bakar, semuanya saling perang menuju lubang hidung setiap orang. Mobil dan sepeda motor duduk rapi memakan separo badan jalan. Orang-orang yang berjalan kaki terpaksa mepet-mepet mencari celah antara mobil dan sepeda motor sambil sesekali berhenti karena takut terserempet mobil dan sepeda motor yang sedang melaju.

Ah, sesak sekali.

Saya masuk ke dalam salah satu warung. Memesan makanan. Di piring, nasi berdesakan dengan lauk-pauk dan sayur-mayur. Sambal ikut-ikutan merapat. Saya minta tambah nasi lagi. Semakin penuh saja satu piring itu. Hampir tidak muat. Saya tidak peduli. Saya pesan es-teh juga. Saya minta tambah es-nya lagi. Sampai tumpah-tumpah air dalam gelas itu. Saya tidak peduli.

Ah, sesak sekali.

Selesai makan, Saya pulang. Tapi setiap angkot sudah penuh orang. Duduk saling berhimpitan. Setiap bus yang lewat juga penumpangnya saling tumpuk tidak karuan. Yang berdiri lebih banyak dari pada yang duduk dikursi. Yang bergantungan di pintu juga tidak sedikit. Akhirnya Saya putuskan menuju ke stasiun. Sama saja ternyata. Semua kereta yang datang selalu penuh. Terpaksa, Saya berjuang masuk ke dalam salah satu kereta. Pulang.

Ah, sesak sekali.

Di dalam kereta, seseorang menyapa: “Mas, kalau itu berat,” sambil menunjuk ke sebuah benda yang ada di dada saya. Ternyata kancing baju saya terlepas saat berdesak-desakan memasuki kereta tadi, “letakkan aja disini” kata orang itu sambil bergeser sedikit memberi jalan kepada Saya menuju tempat barang yang sudah penuh dengan tas para penumpang.

“Oh, tidak usah pak. Ini kosong kok. Jadi gak berat.” Kata Saya berbohong, sambil menutupi dada Saya yang terbuka. Semoga saja orang itu tidak tahu, bahwa hanya benda ini yang terasa sangat berat saat dia sedang kosong.

Sampai juga saya di kost. Setelah masuk kamar, Saya tersadar satu hal. Ternyata kamar Saya juga tidak teratur. Barang-barang berhamburan. Baju-baju tergeletak di atas meja tanpa terlipat. Buku, koran, sampah plastik bekas snack juga sedang tertidur lelap di lantai. Hanya ada sedikit tempat di pojok ruangan. Tapi cukup untuk meletakkan benda yang ada di dada Saya. Hati-hati Saya letakkan dia. Kemudian Saya menuju tempat tidur. Nanar mata Saya menatap benda yang kini tergeletak di pojok ruangan itu. Kasihan sekali dia.

Diantara segala yang sesak, hanya dia yang kosong: hatiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar