11.11.11

Sebelas Catatan Menuju 11.11.11


11.11.11

Bukan akhir.
Tiada akhir bagiku.
Menujumu.
Menyatu denganmu.
Menjadi satu.
Satu. Selamanya.
-@@@-

10.11.11
Mencinta berarti menggila
maka aku senang-senang saja jika harus berbicara pada bulan. Tak peduli meski para bintang mulai iri. Bahkan aku tenang-tenang saja jika harus menangis di pangkuan malam. Walau air mata tak ada lagi.
asal seluruh pembicaraan adalah tentangmu. Sedang semua iri adalah karenamu. Kemudian segala tangis terjadi olehmu serta keringnya air mata hanya untukmu.
Jika kau butuh 100 alasan untuk semua kegilaan ini,
aku akan berikan 1000 alasan mengapa aku seperti ini.
Karena mencinta berarti menggila
biarkan aku menggilaimu.
-@@@-


09.11.11
Seperti sebuah lagu aku mengenalmu. Pelan-pelan aku dengarkan setiap desah nafasmu. Ku coba ikuti nada detak-detik jantungmu. Sedikit demi sedikit aku eja dirimu dalam rindu. Sesekali aku putar ulang lirik-lirik pertemuanku denganmu. Kemudian aku menyanyikanmu dalam langkahku.
Biarkan aku menangis menyanyikanmu. Biarkan aku berlari menyanyikanmu. Biarkan aku tersenyum menyanyikanmu. Biarkan aku terlelap menyanyikanmu. Biarkan aku hidup dengan menyanyikanmu.
Lalu biarkan aku menyanyikanmu.
Lalu biarkan aku menyatu denganmu.
-@@@-

08.11.11
Merindumu adalah anugerah tak terkira. Malam semakin indah saja jika waktu memberiku sebentar saja kesempatan untuk merindumu.
-
Merindumu adalah cerita yang aku ulang terus menerus. Aku tulis lagi dan lagi.
-
Merindumu menjadi semacam menu wajib atau seperti ritual untuk menjaga semangatku tetap menyala.
-
Merindumu adalah satu-satunya hal yang tak pernah membuat jantungku lelah berdetak. Satu-satunya alasan bagiku untuk terus melangkah menujumu.
Memilikimu.
-@@@-

07.11.11
Saat ini.
Kita tidak pernah bangun pada pagi yang sama. Tidak pula mengucapkan salam pada matahari dari jendela yang sama. Apalagi sampai menghirup aroma kopi dari satu cangkir saja. Semua beda ini, kemungkinan besar, akan berputar seiring waktu yang lama. Kemudian sepi akan datang mengetuk pintu kesendirian kita. Mungkin asing mulai menjalar disetiap pori-pori dinding hati kita. Selanjutnya air mata akan buncah. Tangispun pecah. Langkah kita masing-masing akan mulai goyah. Kehilangan arah. Sekali lagi, semua ini, kemungkinan besar akan berputar seiring waktu yang lama. Maka bertahanlah. Jadilah kuat dan semakin kuat.
Saat ini.
Aku sedang berlari menujumu.
-@@@-

06.11.11
Maaf untuk segala rindu yang tak terpecahkan pada setiap kuncup malam...
hingga pagi kembali mencurinya...
Semoga kita dapat memecahkannya pada setiap kuncup malam di waktu yang lain...
dan kembali mencurinya dari pagi
di waktu yang lain pula...
Waktu yang lain
-di mana malam dan pagi menjadi abadi milik kita.
-@@@-

05.11.11
Sebuah rumah.
Aku akan bangun sebuah rumah, untukmu. Akan ada banyak jendela mungkin. Karena bagiku, menatap langit melalui jendela dapat menjadi sebuah ritual untuk mengingatmu serta luasnya kasihmu.
Pada bagian dimana matahari tenggelam disetiap harinya, aku akan meletakkan sebuah bangku dan sebuah meja. Karena aku mau, kita selalu memiliki waktu bersama untuk menikmati sore--simbol kesetiaan.
-@@@-

04.11.11
Sayap ini, tentu saja terlalu rapuh untuk terbang setinggi mungkin.
Apalagi jika harus aku gunakan untuk memetik bintang,
seperti yang kau inginkan.
Walau begitu, aku akan berusaha, terbang setinggi yang aku bisa.
Andai memang tak mampu sampai ke bintang, paling tidak aku akan membawa dirimu sedekat mungkin ke bintang.
Semoga itu akan cukup membuatmu senang.
Sayap ini, tidak begitu kuat jika harus melindungimu dari segala yang menyakiti hatimu.
Dari segala yang menghisap air matamu.
Dari segala yang berusaha menghapus senyummu.
Tapi paling tidak,
sayap ini cukup kuat untuk selalu mendekapmu,
menghangatkanmu,
memberimu sedikit sandaran sampai waktu benar-benar menghabisimu.
Terima kasih telah memilih sayap
yang jauh dari kesempurnaan ini
menjadi sayapmu.
-@@@-

03.11.11
Ruang.
Sebuah ruang tercipta di antara kita. Memenjarakan setiap rindu yang lahir dari rahim-rahim masa. Ruang itu, juga tempat bagi janji-janji kita yang terlipat. Ruang yang menunggu untuk kita buka, kita masuki dan kemudian kita tinggal untuk selamanya. Tapi saat ini, kita hanya dapat melihatnya dari sudut yang berbeda. Semoga, catatan pendek ini dapat menjadi semacam cahaya, agar tetap terlihat segala yang tersimpan di ruang itu, agar tetap nyata segala mimpi untuk kita tuju.
Waktu.
Jika waktu semacam puzzle, maka ada satu bagian dimana kita tidak (pernah dan akan) bisa untuk melengkapinya. Karena waktu ditakdirkan untuk selalu lupa jalan pulang. Karena waktu tidak bisa kembali. Maka kita pun tidak boleh kembali. Mesti harus ke depan, meski kadang harus kehilangan jalan, karena waktu begitu cepat meninggalkan.
Ruang dan waktu, semacam jarak panjang dan berliku yang harus aku tempuh untuk menujumu.
-@@@-
02.11.11 Aku mengkhawatirkan senja. Khawatir menjadi sendiri membenarkan letak syal yang ditiup angin sore. Sendiri duduk menatap burung-burung yang pulang ke sarangnya, setelah sepanjang hari tak henti mengepakkan sayapnya. Sendiri melihat langit menggelap dan bebintang yang melesap. Tanpa kau. - Kau mengkhawatirkan senja. Khawatir menjadi sepi saat kau harus duduk pada bangku panjang di ujung taman tempat kita pernah menanam bunga. Sepi melihat matahari yang pelan-pelan merayap menuju gelap. Dan semakin sepi saat kau tersandar pada dinding malam. Tanpa aku. Kita sama-sama mengkhawatirkan senja.
-@@@-
01.11.11 Ini tentang aku,
sebuah catatan yang nampak lusuh.
Hanya selembar kertas,
buram.
Hanya sederet kalimat,
tak berarti apa-apa. Ini tentang kau,
sebait puisi yang tertata,
rapi,
penuh arti,
hanya saja masih tersembunyi. Ini tentang kita,
sebuah pertemuan,
menjelma catatan dan catatan,
menjelma puisi dan puisi. Selanjutnya, aku menujumu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar